Maid of Honor
Guys, it's been a while since SUBLIMOTION come to you!
Now, we present "MAID of HONOR".
S
Be ready! we Will open for you Soon.


Firsmotion: Kami telah Bergerak dan akan Terus Bergerak.

Acara Firsmotion sudah terselenggara lebih dari sebulan yang lalu. Meskipun terhitung terlambat dalam me-review kegiatan ini, tapi setidaknya review acara Firstmotion tetap akan dipublikasikan. Firstmotion yang merupakan acara perdana kami (baca: Sublimotion) dimana dalam acara ini terdapat pemutaran 2 buah film, satu film An American Crime dan yang kedua film pendek pertama kami yaitu “Senja”. Di dalamnya pun terdapat diskusi tentang, child abuse.
Acara dimulai dan semua panitia merasa sangat gugup, begitu banyak ketakutan yang mampir di benak kita semua. Tetapi ketakutan kami perlahan berkurang dengan cukup banyaknya penonton yang hadir. Meskipun tidak sedikit yang sudah melakukan reservasi berhalangan haidr karena faktor cuaca. Tetapi penonton justru hadir dari mahasiswa-mahasiswa dari jurusan lain yang sangat appreciate terhadap acara yang kami selenggarakan.

Film An American Crime diputar, dan reaksi penonton yang sangat ekspresif menghadapi scene demi scene. Sehingga suasana sore itu menjadi seru oleh teriakan penonton saat melihat adegan-adegan yang menegangkan.

Setelah film usai, diskusi tentang Child Abuse pun digelar. Dosen kami tercinta Ibu Tina Dahlan memaparkan hasil analisisnya terhadap film ini dengan fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tidak lupa the Nia Janiar yang memimpin diskusi dengan baik. Saat sesi tanya jawab pun tak kalah seru. Salah satu penonton dari jurusan Bahasa Indonesia terlihat sangat antusias mengikuti sesi tanya jawab ini.

Diskusi pun ditutup, dan tibalah saat-saat paling mendebarkan. Namun sebelum film Senja diputar, kami mengadakan diskusi pengenalan Sublimotion, diskusi ini diwakili oleh saya, Sadena, dan Syarifah. Awalnya kami cukup grogi menghadapi serbuan mata penonton saat itu. Namun diskusi berjalan lancar. Duo MC yang memimpin pun, Sally dan Ina mampu mencairkan suasana.

Senja pun diputar, dibalik panggung saya malah serius melihat reaksi para penonton. Di beberapa adegan banyak tertawa melihat teman-temannya sendiri berakting. Meskipun reaksi heran dan lucu hadir pada beberapa penonton, tidak sedikit juga yang benar-benar memperhatikan isi filmnya.

Tepuk tangan riuh menutup acara kami disertai berbagai VT yang ditayangkan, penonton tidak beranjak dari kursi sampai VT benar-benar selesai ditayangkan.

Kami menyadai terdapat beberapa kekurangan secara teknis dalam acara kami kali ini, tapi ini baru langkah pertama kami. Yeah that was our first step. Dan tentu kita akan terus bergerak, berinovasi, dan terus memberi angin segar bagi kampus kita tercinta.

Terimakasih kepada seluruh penonton yang hadir yang telah mengapresiasi acara kami dengan sebaik-baiknya. Kepada seluruh kru Sublimotion yang benar-benar mengeluarkan seluruh kemampuan untuk acara ini, kita baru saja melangkah teman-teman.

Langkah kami yang pertama itu juga telah berhasil mencuri perhatian salah satu wartawan yang menuangkannya dalam sebuah artikel di Koran terkemuka di Jawa Barat. Itu kebanggan tersendiri bagi kami.
Sekali lagi tunggu event-event berikutnya ya.
Film SENJA available on you tube now!



Part 1

Part 2
SENJA

Senja merupakan suasana langit yang menjembatani antara siang dan malam, antara terang dan gelap, antara kehidupan dan kematian. Intinya, Senja adalah yang menjembatani antara kedua sisi kutub berbeda yang saling tolak menolak.

Yuri, sebagai salah satu mahasiswi jurusan Filsafat, mengawali kehidupan sosialnya yang menggembirakan dengan seorang Garin, lelaki yang entah darimana ia berasal, namun, membangkitkan gairah Yuri untuk berperan sebagai seorang makhluk sosial.
Hingga pada waktunya, terdapat sesuatu yang menjembatani kehidupan masa lalu Yuri dan kekiniannya, menganalogikan bagian waktu tertentu dari masa kini hingga menembus berbagai potongan cerita di masa lalu. Layaknya dua sisi kutub yang berlawanan dipaksa untuk bersatu.

Akankah Yuri tetap berada pada kekiniannya bersama Garin dan cita-citanya? Atau ia akan menyeberang dan menembus terus ke masa lalunya hingga kedua masa tersebut bergesek dan akhirnya saling bertubrukkan?
Hanya senja, sang waktu yang akan berteriak lantang untuk menjawabnya.
Perempuan Meksiko dalam Frida
Frida Kahlo, sebagai seorang pelukis dari Meksiko memang sangatlah menawan. Hal tersebut terlihat jelas dalam film yang berjudul namanya sendiri yaitu Frida yang diangkat dari sebuah novel yang judulnya pun sama.

Jika dalam novel, sudut pandang yang digunakan adalah adik dari Frida, maka, dalam film yang dibintangi oleh Salma Hayek, sudut pandang yang digunakan adalah Frida sendiri sebagai tokoh utama dalam cerita.

Salma Hayek dalam film ini sangat menawan dan sangat bisa memerankan seorang Frida. Hingga akhirnya penonton dapat bergumam sendiri dan menyatakan kekaguman, ”oh, Frida itu seperti ini.”

Awalnya, terdapat keraguan akan kemenarikan dari film ini, sering kali penonton dibuat terlalu merasa intens dengan cerita-cerita yang bermula dari biografi tokoh, seperti Into The Wild atau The Hours. Namun, Julie Taymor, berhasil mengemasnya dengan manis, menarik, menawan, dan tidak perlu merasa intens untuk menontonnya. Yang menarik juga, banyak sekali lukisan-lukisan Frida dan Diego Rivera, sang suami, yang ditampilkan dalam film tersebut. Tentu, kemujuran ini menambah wawasan kita mengenai dunia lukis-melukis.

Imajinasi Frida yang unik pun dibuat nyata oleh Julie Taymor, seperti misalnya menganggap bahwa Diego Rivera sebagai seorang King Kong, atau perjalanan Frida-Diego menuju New York yang ditunjukan dengan kolase-kolase hitam-putih, khas pada zamannya.

Pesan yang terkandung di dalamnya pun sangat terasa oleh penonton, khususnya yang menyukai perjuangan seorang perempuan, kisah-kasih sepasang kekasih akan makna kesetiaan, penghargaan terhadap hasil karya orang lain, atau ideologi politik yang berbau komunis.

Juga, yang perlu ditekankan adalah Frida merupakan perempuan keturunan Meksiko dan Jerman, namun, baginya, hanya darah Meksiko mengalir deras dan terepresentasi dalam kehidupannya, seperti misalnya cara berpakaian. Keunikannya pun membuat dirinya menjadi sampul majalah Vogue. Kecintaannya akan negaranya membuat penonton tertegun dan menimbulkan pertanyaan di kepala, seberapa intenskah kita mencintai negeri sendiri?

Frida Kahlo memang tak pernah selesai untuk dibahas. Namun, film Frida ini setidaknya bisa menjadi sebuah khazanah pengetahuan yang baru untuk anda bagi yang sama sekali belum mengenal dirinya. Kita pun tidak akan merasa rugi menontonnya, karena semuanya tersaji dengan tepat sebagaimana novel yang mengisahkan biografinya.

Frida, menawan!
LIMA BELAS DUA..LIMA REBU.. LIMA REBU…

Sebuah kisah tentang perjuangan para orang tua SUBLIMOTION untuk membuatnya tetap bertahan hidup..

Teriakan ini yang mewarnai sepanjang area gasibu dan sekitarnya,,dari mulai gedung sate sampe monument perjuangan di depan Unpad Dipati Ukur,,penuh dengan bergai macam teriakan harga.
Dan teriakan ini yang kami suarakan, setelah sekelompok ibu dan anak mendekat, “di pilih..di pilih,,, kemejanya,,kaosnya,,celananya,,roknya,,,ayoo,,ayoo”

Seorang ibu mengacungkan rok..dan berkata “lima rebu?”, huaa,,ibu teu tiasa atuh(*bahasa sunda- gak bisa donk bu!) belum dapet segitu mah, itu rok nya Aira bu(salah satu tokoh di sinetron Cinta dan Anugerah), bagus loh bu!..(*keliatan banget tuu muka si ibu mupeng gitu..) . Tapi tetep aja, nawarnya ngotot, padahal uda bolak –balik,hihihiihi,,,

Udah murah bu! sepuluh aja, gak kemahal bu, bagus roknya Aira. Eh ..si Ibu pegih lagi..”Ibu sayang ni roknya,,nanti keingetan terus loh bu! “. Alhasil akhirnyaa,,,dibeli juga.hahahha,, berhasil.

Teriakan kembali dilancarkan,,MURAHH MURAH BAGUS BAGUS ,,KEMEJA CELANA ROK SEMUA ADA,,LIMA BELAS REBU DUA,,,AYOOO,,baju imlek palentin ayoo..(mengacung2kan baju model ala china* maklum berhubung tanggal 14 februari dan tahun baru china hari ini),sambil menaruh kerudung di kepala( berbagai model..) selendang di leher, rompi , baju di tempel di depan badan, siapa tau yang lewat2 ngerasa tuh baju jelek pas liat di pake model ternyata bagus, jadi tertarik beli deh.hehehe

Strategi ini memang lancar, lalu seorang ibu mendatangi salah satu model kami(hihii,,sekali –kali jadi model),

“liat donk kerudungnya yang di kepala”,

“boleh bu silahkan!” , “murah bu lima ribu aja!”.

Sang ibu pun mengorek-ngorek sakunya, lima ribu rupiah meluncur berpindah tangan, “makasih bu!liat-liat yang lainnya bu, marii!”,

“ahh..ini aja!gak da warna lainnya sih!”

“ini bu putihnya!”

“ngga ah kucel!”

“(dalam hati *lima rebu aja minta kinclong,,ckckkckckk sabar, sabar,,pang laris (bahasa sunda..biar laris))”.

Lalu pelanggan pun berdatangan,..wua benar yah ORANG SABAR PASTI MENANG, “mari bu , pak, lihat lihat dulu, di pilih aja!” .

Seorang bapak mengacungkan celana “berapa?”.

“Celana sepuluh ribu aja pak?”,

“lalu sang bapak mengukur dengan panjang lengannya”

Kami melihat, yah sayang sepertinya gak muat di lengan sang bapak.

“duh ,, sayang kekecilan nih celananya “di taruh lagi deh tu celana .

Datanglah seorang kakek pilih-pilih kemeja dan jatuhlah pada satu pilihan.

“wuah kakek pintar pilihnya , pas banget kek, ayoo satu lagi Lima belas ribu dua biji kakek”.

“yang mana lagi yah” ujar si kakek.

“yang ini Kek (*memberikan kemeja warna kuning dengan motif kotak-kotak, nan cerah )”

“aduh terlalu gaya itu mah!”

“bagus kok Kek!tuu,,,pantes kok”

Akhirnya di ambillah itu kemeja,,ihihii,,Kakek nyentrik uy!! Bagus –bagus yang dipilihnya.

Tanpa banyak kata sang kakek memberikan selembar sepuluh ribu dan limaribuan, “wuaa..makasih kakek!! Datang lagiii…”. Hebat betul tanpa banyak kata dan tawar, mungkin itulah bedanya kakek kalem dan nenek yang suka menawar,,hihihiii.

Tak lama datanglah seorang ibu dengan suaminya, ia memilih-milih semua kerudung payet. Di pilihnya sampai empat buah. Lalu diacungkan lah kerudung itu ke kami “sepuluh yah?”

“aduh ibu kerudung satu buahnya lima ribu”. “aduh uda deh biar cepet!sepuluh yah?”

“ibu empat buah berarti 20”, “aahh..sepuluh yah?”

“biar jadi lah bu Lima belas saja, khusus buat ibu “

“aahhhhhhhhh…ya uda lah naik 12 yah?”

“belum bisa ibuu udaaaaaaaaa muraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah banget itu harganya(*dalam hati sok aja cari ke pasar payet gitu, bagus pula, gak ada yang lima rebu juga! But.. slow down baby!!)”.

“ya ,,udah deh naik lagi dua belas setengah yah?”, “ibuuuuuuuuuuuuuu uda murah 15 aja!”.

“13 deh?”, “lima belas”.

“13?”, “ya udah lah biar jadi 14, seribunya buat minum bu!!!”

“13, saya juga buat ongkos!tuu malah sepuluh ribu! Pah minjem pah seribuan!(minjam uang ke suaminya)”.

“udah bu jadiin lah 14 saja!”, “(*suami si ibu sampai mencolek dan member seribuan dan berkata “udaaah lah!”)hahhahahhaa,,yes dapetttttttttt.. 14ribu.

Seterusnya begitu sampai matahari pun meninggi, preman2 pun melancarkan aksi dengan”karcis kebersihan”..satuu orangg,,,dua orangg…

Alhamdulillah ternyata dua saja, minggu kemaren sampai 3 kali, @karcis rp 1000. Lumayan mengurangi untung kami,huhuhu

Matahari kian meninggi, panas banget, gosong sudah kami semua, laparr pula, akhirnya kami pun beriat pulang dan mulai packing, eh setiap masukin baju ada pembeli,, keluarin lagi,, ada lagi,, masukin lagi,, keluarin lagi.

Stop ah!panas dan capek sekali. Kami pun pulang dengan kulit gosong dan sunggingan senyum di wajah karena dompet menebal. Hehehehehe … :D

Sekian perjuangan kami untuk menghidupi "buah hati" kami ini.

14 Februari 2010

Penulis : Muna Fatimah (sublim0tion treasurer)

Kritik pada LSF

Kemarin kemarin ini banyak rakyat di Negara ini sempat dibuat penasaran lagi akan kehadiran sebuah film yang berjudul “Hantu Puncak Datang Bulan”. Dari judulnya saja sudah bikin penasaran, karena munculnya sebuah fenomena baru bahwa hantu di film kini sudah semakin hebat saja.

Tentu film yang katanya film horror itu tidak murni horror. Film ini bukan bikin takut. Ya, hantu yang ada malah bisa dibilang sebagai figuran. Dengan efek hantu minimal dan adegan ranjang yang maksimal.

Film sejenis ini bukanlah film pertama. Film esek-esek yang bersembunyi dibalik genre horror ini sudah banyak diproduksi para insan(e) film Indonesia. Dengan satu tujuan yaitu tentu untung yang besar. Film seperti itu tidak mungkin terus diproduksi jika tidak menguntungkan. Dan itu semua berkat penonton yang tetap saja menonton film sejenis itu. Tapi jangan salahkan penonton. Saya sebagai salah satu rakyat biasa tentu punya rasa penasaran. Dimulai dari judul yang bikin saya bingung ditambah trailer yang bikin makin penasaran saja. Memang film horror ini bikin saya deg-degan tapi yang jelas bukan karena takut.

Lah, filmnya ada di bioskop kok. Berarti film itu sudah diizinkan dan layak ditonton. Lalu kemana LSF? Entah peran LSF semakin tidak jelas. Ingat dulu film ML yang jika dipanjangkan menjadi “Making Love” tidak jadi tayang karena judulnya vulgar. Dan LSF banyak sekali memotong adegan-adegan yang ada di film itu. Atau film “Buruan Cium Gue” yang sukses dicerca masyarakat karena judulnya mengindahkan ciuman. Contoh kasus lainnya yang jelas-jelas karena LSF adalah film “Pocong”. Film itu benar-benar tidak tayang dan dilarang Beredar. Alasannya karena terlalu sadis (padahal banyak alasan lain). Ingat lagi cover 9 Naga yang ditutup paksa. “Rumah Dara” yang dipotong dengan kasarnya. Dan banyak film lain yang bermutu malah terhambat di LSF juga dipotong-potong seenaknya padahal inti film-film itu malah jauh dari film yang beredar sekarang.

Tidak dengan film esek-esek. Yang selalu lancar menembus LSF. Entah apa yang ada diotak para penyensor itu. Entah tidak bisa membedakan tayangan mana yang tidak layak dan mana yang layak. Mungkin pemahamannya seperti ini, film esek-esek kan menyenangkan sedangkan film bermutu malah benar-benar diteliti jadi ada sedikit saja yang vulgar langsung dipotong. Coba lihat film sekelas Dewi Persik yang sedang bercumbu dengan berbagai pria lancar-lancar saja. Bandingkan lagi dengan film yang sudah di DVD-kan secara original. Film-film luar yang ada adegan ciuman langsung dipotong seenaknya.

Sehingga saya jadi kebingungan kalau begitu hilangkan saja sekalian LSF daripada banyak ke-ANEH-an didalamnnya. Mungkin tentang uang. Lembaga Sensor Film mungkin lama-lama akan berubah menjadi Lembaga Perizinan Film Esek-esek. Ya buat apa ada LSF yang seharusnya disensor malah dibiarkan sedangkan yang tidak disensor dicari-cari caranya agar disensor.

LSF baru bertindak kalau-kalau ada forum-forum agama yang memboikot. Lah kenapa harus tunggu diboikot?

penulis: Agung Muhammad Reza

photo of Senja
Maret 2010
Firstmotion

Acara perdana kami akan segera dimulai. Acara kajian film ini bertajuk "Firstmotion". Arti dari "Firstmotion" sendiri adalah pergerakan pertama dari kami. Yap acara ini adalah kami harap akan menjadi pegangan kuat untuk kami melangkah selanjutnya.

Firstmotion sendiri mudah-mudahan akan diselenggarakan awal Maret 2010. Dalam acara tersebut kami akan mengaji sebuah film, dan yang mengaji tentu saja orang-orang yang dipercaya dibidangnya.

Selain kajian film kami pun dengan bangga dan tentu sedikit berdebar-debar akan menayangkan film perdana Sublimotion dari divisi Purplism Project. Mungkin banyak yang penasaran akan hasil film kami, apalagi para mahasiswa Psikologi yang mungkin agaka sedikit bingung karena melihat kami yang sering sibuk sambil membawa-bawa tripod. Dan rasa penasaran publik akan film ini membuat kami sedikit gemetar karena takut mengecewakan. Namun rasa percaya diri kami yang kadang terlampau tinggi ditambah semangat Perang Dunia membuat kami akan terus maju. Dan mudah-mudahan bisa menginspirasi teman-teman lainnya untuk menyalurkan ide-ide kreatif yang kadang membludak lewat berbagai media mulai dari tulisan, musik, dan tentu saja film.

sublimotion
Selamat datang di blog resmi Sublimotion.

Mungkin banyak orang di Facebook yang bertanya-tanya ketika bergabung dengan brup Sublimotion. Komunitas apa sebenarnya Sublimotion? Jangan pernah berpikir kalau kami adalah sebuah komunitas yang membuat sekte baru, atau komunitas yang berbau SARA. Kami jauh dari itu semua. Lalu Sublimotion itu apa?

Sublimotion adalah sebuah komunitas yang sedang mencoba menginjak dunia. Kami adalah sebuah komunitas pecinta film. Sederhananya sih begitu. Komunitas yang tidak berspekulasi terlalu tinggi untuk menyaingi komunitas-komunitas film yang ada di Bandung. Karena kami berdiri dilandasi kesenangan dan mencari kepuasan batin.

Berawal dari hobi menonton film, kami pun mencoba menjadi pembuat film. Yah menjadi pembuat film yang masih amatir adalah sesuatu yang menyenangkan. Dan ternyata membuat film tidak sesederhana mengatakan "Action!" dan "Cut!". Namun banyak hal yang bisa kita dapat diantara kedua kata tersebut.

Dan dengan modal nekat pun kami berhasil membuat sebuah film yang mudah-mudahan akan segera ditayangkan pada acara perdana kami. Bukan film sekelas Hollywood memang, tapi film adalah film yang paling memorable untuk kami dibanding film Hollywood lainnya. Alasannya tentu saja, karena itu adalah hasil keringat dan tawa kami sendiri.

Dan itulah beberapa kalimat yang menjelaskan Sublimotion secara sederhana.